Aku berpikir tentang dunia "saling-melengkapi".
Tentang pernikahan yang gak selalu berjalan sesuai rencana.
Kadang ada sesuatu yang keluar jalur.
Sesuatu hal yang gak benar-benar kita rencanakan.
Hanya terjadi begitu saja.
Tentang pernikahan yang gak selalu berjalan sesuai rencana.
Kadang ada sesuatu yang keluar jalur.
Sesuatu hal yang gak benar-benar kita rencanakan.
Hanya terjadi begitu saja.
Mungkin si wanita (yang memang secara sifat lebih sensitif) terlalu cinta hingga tak sengaja semacam mengekang pasangannya, posesif.
Istri beranggapan itu bentuk rasa cinta, suami menangkap arti lain.
Dicurigai & gak dipercayai oleh istrinya, itu pemikiran si suami.
Si pria sebagai pihak yg tertekan akan keposesifan & kecurigaan pasangan, dia merasa sesak dengan pernikahannya.
Istri beranggapan itu bentuk rasa cinta, suami menangkap arti lain.
Dicurigai & gak dipercayai oleh istrinya, itu pemikiran si suami.
Si pria sebagai pihak yg tertekan akan keposesifan & kecurigaan pasangan, dia merasa sesak dengan pernikahannya.
Atau situasi yang sering terjadi di era modern sekarang ini.
Wanita karir, hampir sebagian besar waktunya habis di tempat kerja.
Suami merasa perannya dalam rumah tangga gak terlalu penting, karena istrinya sangat mandiri & bisa memenuhi kebutuhannya sendiri pula.
Mungkin sebenarnya si istri sangat merasa beruntung memiliki suami yg mencintainya dan mensuportnya dengan tetap mengizinkannya bekerja.
Tetapi suaminya terlanjur merasa tersingkir, dan berujung mempertanyakan kehidupan pernikahannya.
Wanita karir, hampir sebagian besar waktunya habis di tempat kerja.
Suami merasa perannya dalam rumah tangga gak terlalu penting, karena istrinya sangat mandiri & bisa memenuhi kebutuhannya sendiri pula.
Mungkin sebenarnya si istri sangat merasa beruntung memiliki suami yg mencintainya dan mensuportnya dengan tetap mengizinkannya bekerja.
Tetapi suaminya terlanjur merasa tersingkir, dan berujung mempertanyakan kehidupan pernikahannya.
Lalu di situasi yang sama, saat para suami mulai kehilangan arah.
Mereka tersesat & menemukan kebahagiaan lain di luar sana.
Beberapa ada yang tersesat sampai akhir.
Namun ada juga yang kembali menemukan jalan pulang, kehidupan pernikahannya.
Mereka tersesat & menemukan kebahagiaan lain di luar sana.
Beberapa ada yang tersesat sampai akhir.
Namun ada juga yang kembali menemukan jalan pulang, kehidupan pernikahannya.
Yang aku bingungkan dan pertanyakan hingga hari ini adalah kenapa saat para pria (oke, mungkin juga wanita) tersesat di dalam pernikahannya, mereka selalu mencari pembelaan & menuding pasangan sebagai pihak yang juga harus disalahkan.
Salah karena terlalu posesif,
salah karena terlalu sibuk,
salah karena terlalu mandiri, dan lain-lain.
salah karena terlalu sibuk,
salah karena terlalu mandiri, dan lain-lain.
Bukankah harusnya mereka merasa (sangat) bersalah karena telah memilih jalan yang gak benar?
Bukankah mereka harusnya tahu bahwa itu adalah hal yang jelas amat salah dalam pernikahan?
Bukankah rumus dasar hidup harusnya saat orang lain salah, kita tak perlu membalas dengan hal yg salah juga?
Bukankah mereka harusnya tahu bahwa itu adalah hal yang jelas amat salah dalam pernikahan?
Bukankah rumus dasar hidup harusnya saat orang lain salah, kita tak perlu membalas dengan hal yg salah juga?
Gak bisakah mereka bilang,
"aku salah, aku yang tersesat dan meninggalkanmu sendirian. Aku pendosa karena telah mengingkari janji pernikahan yang aku sepakati sendiri. Aku minta maaf."?
"aku salah, aku yang tersesat dan meninggalkanmu sendirian. Aku pendosa karena telah mengingkari janji pernikahan yang aku sepakati sendiri. Aku minta maaf."?
Why sih dunia pernikahan gak bisa sejujur itu?
Apa adanya.
Saat salah, ya ngaku salah & minta maaf.
Saat salah, ya ngaku salah & minta maaf.
Kenapa harus ditutupi dengan kesalahan orang lain?
0 komentar:
Posting Komentar