Introvert Bukan Antisosial

Beberapa waktu belakangan ini gue lebih senang di rumah, jarang ke mana-mana, juga lebih nyaman ngapain aja sendiri. Rasanya sangat tenang dan damai karena gak harus menjawab pertanyaan gak penting, gak perlu buang-buang tenaga mengobrol sama orang,  gak mesti capek mengikuti langkah kaki orang, gak perlu memikirkan masalah orang. Semuanya cukup tentang diri gue sendiri. Dan rasanya sangat melegakan karena gue bisa berjalan cepat, lambat atau bahkan berlari tanpa memedulikan orang lain.

Tadinya gue berpikir bahwa ini hanya perasaan sementara dari siklus hidup manusia. Bahwa ada masa dimana dia merasa  lebih nyaman sendiri daripada bersama orang lain, semuanya lebih terkendali saat sendiri.
Lalu gue mulai takut kalau nantinya gue menjadi terbiasa dengan kesendirian, keterusan. Karena sebenarnya dari dulu gue menyadari bahwa gue punya kecenderungan seorang introvert. Gue tahu bahwa kebiasaan gak nyamannya gue berada di tengah-tengah banyak orang itu sebenarnya bukan sekadar demam panggung. Gue bukan orang yang nyaman curhat kepada orang lain, entah itu teman atau keluarga. Gue gak bisa menceritakan permasalahan gue sama orang lain, karena gue gak mau mendengar pendapat yang gak sesuai dengan apa yang gue mau. Gue takut bahwa mungkin pendapat orang lain ternyata membuat gue merasa minder. Gue gak bisa mempermalukan diri gue sendiri di depan orang lain.
And then gue mulai mencari tahu tentang permasalahan gue ini. Apakah ini tentang fase atau siklus hidup manusia yang mungkin memang ada masanya (malas bersosialisasi) kayak gini atau apa ini indikasi dari suatu penyimpangan/kelainan/gangguan kepribadian. Gue menemukan satu artikel yang isinya 100% tentang apa yang gue alami saat ini. Yang tak lain dan tak bukan adalah perihal seorang introvert. Ya, pada akhirnya gue harus mengakui bahwa gue seorang introvert. Dulu saat awal-awal tahu, gue berusaha keluar dari lingkungan introvert itu. Gue gak mau menjadi orang yang introvert. Gue gak mau sendirian, kesepian, gak punya teman, aneh, kaku, canggung saat mengobrol dengan orang lain, dll. Dan ya, itu dulu! Saat gue masih muda, sewaktu masih bersemangat dan punya banyak tenaga. 

Gue mengingat-ingat kapan tepatnya meyakinkan diri bahwa gue seorang introvert. Dan ternyata itu adalah tahun lalu, saat gue ikut kelas menulis. Sejujurnya melalui kelas ini gue berniat ingin menambah teman dan kenalan yang punya kesamaan minat di bidang menulis. Sekali dua kali kelas gue berusaha ramah dengan beberapa orang, tersenyum dan bahkan menyapa—orang yang gue tahu namanya. Sampai suatu ketika gue sudah cukup tahu nama-nama seisi kelas, gue tiba-tiba berubah pikiran. Gue merasa gak perlu kenal mereka lebih jauh, gak harus basa-basi menyapa meski gue tahu namanya. Ya kalau pun gak sengaja bertukar pandang dengan mereka, rasanya gue cukup tersenyum sopan. Atau malah mengabaikan saja beberapa di antaranya—yang menurut gue terlihat menyebalkan. 

Pada akhirnya gue menyadari bahwa terlalu banyak bersosialisasi dengan banyak orang itu gak prioritas di hidup gue. Bukan antisosial sih menurut gue, tapi lebih ke malas bersosialisasi yang berujung pada kemandirian. Karena sebisa mungkin gue melakukan semuanya sendiri,  tanpa perlu dibantu oleh orang lain.
Jelas ini bukan antisosial. Gue tetap menyapa orang yang gue kenal, tetap tersenyum. Gue tetap rileks di depan banyak orang, se-santai mungkin dan gak canggung berbaur dengan orang lain. Dan gue menikmatinya, meski itu melelahkan. Melelahkan dan gak se-menyenangkan sendirian, pastinya. 

Jadi menurut gue introvert itu gak selalu aneh, nerd dan antisosial. Sejujurnya itu hanya karena mereka merasa jauh lebih bebas dan lega saat sendiri. Kebebasan menjadi dirinya sendiri, mengobrol dalam hati dengan dirinya sendiri. Mempergunakan waktunya dengan suka-suka tanpa takut mengganggu waktu orang lain.

Hidup tanpa terbebani dan membebani orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Timeline

follow!!!