Aku menangisi ini seumur hidupku.
Rasanya seperti punya segalanya saat Ibu ada. Kemudian Ibu pergi, dan aku kehilangan semua yang tadinya terasa mudah untuk digapai.
Rasanya seperti punya segalanya saat Ibu ada. Kemudian Ibu pergi, dan aku kehilangan semua yang tadinya terasa mudah untuk digapai.
Pada akhirnya aku menyadari bahwa Ibu adalah seseorang yang bisa menerima, baik dan buruknya kita. Rasanya aku bukan lagi siapa-siapa setelah Ibu pergi.
Pernah suatu hari aku merasakan sakit yang teramat sangat, karena dianggap dan disebut sebagai 'orang lain' oleh kakak kandungku sendiri. Mungkin menurutnya kalimat itu gak akan nyakitin. Tapi karena saat itu aku merasa 'sendiri' dan kehilangan segalanya, kalimat itu membuat dunia seakan runtuh. Bahwa benar adanya sekarang aku bukan siapa-siapa untuk siapapun. Karena Ibu—yang menganggapku segalanya telah pergi, i have nothing in the world! Aku kehilangan Ibu, dan sekarang gak punya siapa-siapa lagi. Sama sekali gak ada sesuatu hal yang aku miliki.
Aku tak lagi punya tempat untuk berbalik dan mengadu.
Malam itu aku menangis sendirian, bertanya lagi kenapa Ibu membiarkanku sendirian di dunia ini. Kenapa Ibu pergi sangat jauh dan terlalu lama? Sejujurnya aku selalu yakin saat sudah tiba waktunya, Ibu yang akan datang menjemput dengan senyum di wajahnya.
Aku tak lagi punya tempat untuk berbalik dan mengadu.
Malam itu aku menangis sendirian, bertanya lagi kenapa Ibu membiarkanku sendirian di dunia ini. Kenapa Ibu pergi sangat jauh dan terlalu lama? Sejujurnya aku selalu yakin saat sudah tiba waktunya, Ibu yang akan datang menjemput dengan senyum di wajahnya.
Lalu aku tersadar, tentang kemungkinan alasan kenapa aku sering merasa seperti menunggu—entah apa itu—ketika berada di luar rumah. Aku enggan untuk langsung pulang, dan terus berlama-lama di halte atau di pinggir jalan, menunggu tanpa hasil. Ternyata, selama ini aku menunggu untuk seseorang menjemputku. Dan aku sungguh berharap itu Ibu.
"Ah mungkin Ibu akan menjemputku hari ini." Lalu hari berlalu begitu saja.
"Oke pasti hari ini dijemputnya."
"Sebentar lagi, gak akan lama."
Terus kayak gitu sampai dengan hari ini.
Aku menunggu tanpa ada seseorang yang datang. Ibu tak juga datang menjemputku.
"Ah mungkin Ibu akan menjemputku hari ini." Lalu hari berlalu begitu saja.
"Oke pasti hari ini dijemputnya."
"Sebentar lagi, gak akan lama."
Terus kayak gitu sampai dengan hari ini.
Aku menunggu tanpa ada seseorang yang datang. Ibu tak juga datang menjemputku.
Malam saat aku menangis sendirian, tak hentinya aku bertanya, "mengapa hanya aku yang sendirian?"
Surprisingly, tiba-tiba keponakanku muncul di sampingku. Tanpa berkata apa-apa, hanya duduk menemani dan sesekali melihat ke arahku.
Tentu aku berusaha menahan tangis, meski nyatanya hati makin teriris perih.
Saat itu keponakanku baru berumur 5 tahun. Mungkin ia bertanya-tanya kenapa orang dewasa menangis dan tak bisa berhenti. Ia menemaniku menangis dalam diamnya. Rasanya seperti Ibu menemaniku.
Keesokan harinya dia bahkan gak bertanya tentang kenapa aku menangis, atau kenapa orang dewasa juga bisa menangis. Mungkin itu jawaban dari Tuhan, bahwa aku gak benar-benar sendirian.
Surprisingly, tiba-tiba keponakanku muncul di sampingku. Tanpa berkata apa-apa, hanya duduk menemani dan sesekali melihat ke arahku.
Tentu aku berusaha menahan tangis, meski nyatanya hati makin teriris perih.
Saat itu keponakanku baru berumur 5 tahun. Mungkin ia bertanya-tanya kenapa orang dewasa menangis dan tak bisa berhenti. Ia menemaniku menangis dalam diamnya. Rasanya seperti Ibu menemaniku.
Keesokan harinya dia bahkan gak bertanya tentang kenapa aku menangis, atau kenapa orang dewasa juga bisa menangis. Mungkin itu jawaban dari Tuhan, bahwa aku gak benar-benar sendirian.
Hey Bu, i miss you. Jangan lama-lama ya jemputnya. Karena rasanya aku semakin melemah.
Aku janji masih akan terus menunggu lagi kali ini, janji!
Aku janji masih akan terus menunggu lagi kali ini, janji!
0 komentar:
Posting Komentar